RAMP
Pembaca barangkali sering mendengar istilah aksesibilitas. Biasanya istilah ini sering kita baca atau dengar pada hal – hal yang berkaitan dengan bidang kecacatan. Aksesibilitas artinya segala sesuatu yang mudah dicapai dan digunakan atau dimanfaatkan. Aksesibilitas mengandung pengertian universal, mengapa ? Karena semua orang membutuhkannya. Tidak ada satupun yang tidak membutuhkannya. Coba kita lihat dalam keseharian kita. Di ruangan kita ada perangkat listrik seperti saklar, stopkontak atau kran air. Bagaimana mungkin kita akan menggunakannya kalau kran air misalnya kita letakkan lebih tinggi dari pintu. Atau kita akan memasang perangkat elektronik. Kita membutuhkan stopkontak, namun stopkontaknya kita tempatkan setinggi lemari makan. Apa yang terjadi? Ternyata kita kesulitan menggapainya. Padahal kita tahu bahwa peralatan listrik semacam saklar dan stopkontak adalah merupakan fasilitas yang artinya perlengkapan untuk memudahkan. Namun dalam kasus diatas ternyata kalau kita salah meletakkan maka jadinya tidaklah mudah. Oleh karenanya perletakan perangkat listrik atau apa saja, hendaknya mudah digapai dan mudah dimanfaatkan. Karena itulah pentingnya teknologi. Teknologi harus menghasilkan sesuatu yang mudah dipakai dan mudah dimanfaatkan. Perletakan sesuatu diusahakan mudah digapai, dicapai dan dimanfaatkan. Sehingga kita menyimpulkan bahwa aksesibilitas diperlukan semua orang, yang artinya aksesibilitas merupakan masalah universal. Tentu para pembaca juga sering mendengar istilah aksesibilitas penyandang cacat, yang intinya segala hal yang mudah dicapai, digapai dan dimanfaatkan oleh para penyandang cacat. Aksesibilitas penyandang cacat bisa berupa aksesibilitas fisik atau non fisik. Yang termasuk aksesibilitas fisik misalnya aksesibilitas bangunan dan lingkungan, transportasi. Dan aksesibilitas non fisik a.l. : kesehatan, pendidikan, pelatihan, penyaluran kerja, informasi dan ekonomi.
Untuk lebih fokus, penulis mengarahkan pembaca untuk memahami aksesibilitas fisik dulu yaitu aksesibilitas terhadap bangunan dan lingkungan. Mengapa demikian ? Ketika kita berusaha mengingatkan orang lain/ masyarakat atau membuat masyarakat makin sadar, maka kita semaksimal mungkin dan sebanyak mungkin membuat tempat – tempat yang didalamnya ada tanda – tanda aksesibilitas. Fungsinya jika orang selalu melihat tanda – tanda tsb. maka hal itu akan tersimpan pada ingatan orang tsb. Sama jika kita sering melihat iklan rokok di sepanjang jalan, maka kita cepat mengingat atau kenal dengan merk rokok yang diiklankan tsb. Nah untuk membuat orang lain sadar dan peduli, kitapun harus selalu nampak di hadapan mereka melalui tanda – tanda yang kita tempatkan disegala tempat yang sering dilalui masyarakat. Sehingga saking seringnya masyarakat melihat tanda – tanda tsb. Maka masyarakat akan sadar dengan keberadaan penyandang cacat yang ada disekeliling mereka. Dan jika sosialisasi tentang masalah kecacatan meluas, maka dari kesadaran muncullah kepedulian. Karena inti dari pemecahan masalah sebenarnya dari kepedulian. Banyak hal pada masa sekarang akan bisa terlaksana jika ada uang. Tapi ada juga sesuatu hal bisa terlaksana walaupun tidak ada uang, jika ada kepedulian. Kembali ke masalah aksesibilitas penyandang cacat. Pengertian aksesibilitas penyandang cacat secara yuridis adalah kemudahan yang disediakan bagi penyandang cacat guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan. Ketika kita membangun aksesibilitas penyandang cacat haruslah memenuhi beberapa azas a.l. : kemudahan, kegunaan, keselamatan, kemandirian, keamanan, kenyamanan dan keadilan. Artinya fasilitas yang kita bangun itu mudah dicapai, bisa digunakan, tidak berbahaya bagi pemakai, pemakai tidak memerlukan bantuan orang lain, aman dari gangguan kejahatan atau dari hal-hal yang membahayakan, nyaman dinikmati dan semua orang bisa sampai di tempat tsb. Untuk sampai pada fasilitas tsb. Sehingga azas2 diatas terpenuhi, maka perlu dibangun fasilitas pendukung untuk itu. Fasilitas pendukung tsb a.l. : Jalur pedestrian, jalur pemandu untuk tuna netra, ramp ( jalan landai ), tangga, pintu, lift bagi bangunan lebih dari 2 lantai, papan informasi bagi tuna rungu, braille sign bagi tuna netra, rambu – rambu aksesibilitas, telepon umum, area parkir, kamar kecil, pancuran, wastafel, perabot dll. Semua persyaratan teknis tentang itu telah diatur dalam KepMen PU No. 468/KPTS/ 1998. Yang paling penting bagi penyandang cacat tubuh misalnya kebutuhan akan ramp yang dilengkapi dengan hand rail, jalur pemandu dan tepian pengaman pada pedestrian bagi tuna netra selain braille sign pada setiap persimpangan. Juga papan informasi bagi penyandang tuna rungu. Tentu elemen lain juga penting, namun jika elemen yang disebut diatas tersedia maka sudah mengurangi hambatan – hambatan arsitektural.
1. RAMP
Jalan landai atau ramp ini merupakan elemen pokok yang sangat urgen bagi penyandang cacat tubuh khususnya pengguna kursi roda, fasilitas ini sangat bermanfaat juga bagi lansia, ibu hamil dan anak – anak. Esensinya ramp adalah jalur jalan landai yang memiliki kemiringan tertentu, sebagai alternatif bagi orang – orang yang tidak dapat menggunakan tangga. Sesuai ketentuan, maka standard ukuran yang aksesibel adalah jika :
· Kemiringan ramp diluar gedung tidak melebihi 6° atau setiap 1 m’ panjang , naik max. 10 cm dan didalam gedung tidak boleh melebihi 7° atau setiap 1 m’ panjang, naik max. 12 cm.
· Panjang mendatar dari satu ramp di luar gedung tidak boleh melebihi 900 cm.
· Lebar minimum dari ramp adalah 95 cm tanpa tepian pengaman dan 120 cm dengan tepian pengaman. Tepian pengaman sendiri mempunyai tinggi 10 cm dan lebar 15 cm.
· Bordes atau permukaan datar pada awalan atau akhiran dari suatu ramp mempunyai ukuran minimum 160 cm.
· Tekstur semua jalur dan bordes tidak boleh licin atau menggunakan bahan yang bisa berlumut jika terkena hujan.
· Ramp harus dilengkapi dengan penerangan yang cukup.
· Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan atau handrail.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar